-->
Oleh : Cahya Saputro
Perjuangan dalam menyempurnakan diri melalui sikap diri
yang seperti ini akan menghasilkan
akhlaq tawakkal yang menurunkan akhlak mulia lainnya. Sebagaimana dikisahkan dalam hadits berikut:
Malaikat Jibril berkunjung ke tempat Rasulullah
saw, “Ya Muhammad, ALLAH mengutusku
untuk menyampaikan sebuah hadiah yang tidak pernah diberikan-Nya
kepada siapapun sebelum kamu.”
“Hadiah apa itu wahai
Jibril?” tanya
Muhammad ingin tahu.
“Sifat sabar. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Sifat qana’ah. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Sifat ridha. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Sifat zuhud. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Sifat ikhlash. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Sifat yaqin. Dan ada yang lebih baik dari itu.”
“Apa itu hai
Jibril?”
“Untuk mendapatkan kesemuanya itu dibutuhkan sifat tawakkal, berserah diri sepenuhnya
kepada ALLAH azza wa jalla.”
“Apa itu tawakkal
kepada ALLAH hai Jibril?”
“Tawakkal berarti engkau mempunyai sikap bahwa selain ALLAH tidak ada yang bisa mendatangkan sebarang kerugian atau manfaat, memberi
atau melarang, dan engkau bersikap
tidak menaruh harap pada selain-Nya.
Apabila seorang hamba bersikap dan mempunyai sifat
seperti ini, maka dia tidak
akan mengerjakan
sesuatu melainkan karena ALLAH semata. Dia tidak berharap dan tidak takut
melainkan kepada ALLAH.
Dia tidak serakah memohon
kecuali kepada ALLAH.
Inilah
yang disebut tawakkal.”
“Wahai Jibril, apa arti
sifat sabar?”
“Yakni engkau bersabar di saat papa/miskin,
sebagaimana engkau bersabar di saat
kaya; engkau bersabar di saat
menerima bencana, sebagaimana engkau bersabar di saat
sejahtera; engkau tidak mengeluhkan keadaanmu kepada makhluk lain atas apa yang engkau
terima dari ujian dan derita.”
“Wahai Jibril, apa arti
sifat qana’ah?”
“Qana’ah berarti engkau merasa cukup dengan
apa yang engkau
terima dari duniamu; engkau merasa cukup dengan
yang sedikit dan bersyukur atas yang ala kadarnya.”
“Wahai Jibril, apa arti
ridha?”
“Orang yang ridha adalah orang yang tidak murka kepada
tuannya, apakah dia memperoleh dunianya atau tidak;
dan dia tidak
rela dirinya menjalankan suatu tanggung jawab sekedarnya.”
“Wahai Jibril, apa arti
zuhud?”
“Orang zuhud adalah
yang mencintai orang yang cinta kepada Khaliq-nya,
benci kepada orang yang membenci Khaliq-nya, bersikap hati-hati dari bagian dunia yang halal, dan tidak
menoleh pada yang haram. Karena yang halal pasti
dihisab dan yang haram pasti dihukum.
Dia kasih kepada seluruh
kaum Muslimin seperti halnya dia kasih kepada
dirinya sendiri. Dia bersikap waspada
ketika berbicara, sebagaimana dia menghindar dari bangkai yang sangat busuk baunya. Dia
berhati-hati dari tipu daya dunia
dan keindahannya, sebagaimana dia menghindari api
dari melahapnya. Dia tidak berangan-angan panjang dan menganggap
seakan ajalnya sudah berada di
hadapannya.”
“Wahai Jibril, apa arti
ikhlash?”
“Orang ikhlash adalah dia yang tidak memohon dari manusia
lain, tapi berusaha keras sampai dia
memperoleh cita-citanya; apabila dia telah
memperolehnya dia akan rela.
Jika masih ada sesuatu yang tersisa di tangannya,
dia akan
memberikannya karena ALLAH semata-mata. Orang yang tidak memohon dari
makhluq, berarti dia telah menyatakan
ubudiyah (kehambaan) kepada ALLAH azza wa jalla.
Jika dia memperolehnya lalu dia rela, berarti
dia telah rela kepada ALLAH dan ALLAH juga rela kepadanya. Apabila dia memberi semata-mata
karena ALLAH azza wa jalla, maka
dia memberinya dengan penuh keyakinan
akan janji-Nya.”
“Wahai Jibril, apa arti
sifat yaqin?”
“Orang yaqin adalah
dia yang beramal semata-mata karena ALLAH seakan-akan dia melihat-Nya. Sekalipun dia
tidak melihat ALLAH, namun ALLAH melihat dia. Dia yakin
bahwa apa yang terjadi padanya bukan sesuatu yang keliru dan apa
yang tidak terjadi pada dirinya adalah
bukan bagiannya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar