Sabtu, 08 Maret 2014

Sebuah Surat Bagi Sesama

Betapa indahnya ciptaan Allah, beraneka ragam bentuk dan gerakannya, serta hukum dan tata caranya, manusia disibukkan olehnya. Tidak adakah sekarang yang merenungkan siapakah Allah? Tidak adakah sekarang yang berbondong-bondong mendatangi-Nya? Allah adalah pepujaan, Allah adalah sesembahan.
Puja-puji yang tidak sepenuh jiwa datang kepada-Nya, hanya merupakan lagu-lagu dan hitungan dalam suara dan hati. Alangkah indahnya zaman Rasulullah s.a.w., para Wali berkumpul bersama dalam tubuh dan jiwa, hadir, berkomunikasi dalam puja dan puji kepada Allah, sehingga Allah selalu dekat, memimpin dan membimbing dengan Nur-Nya dalam kesejukan dan ketenangan jiwa.
Kukhusuki Islam dengan kebodohanku dan kefakiranku, tidak ada sesembahanku kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah. Kudatangi Allah dengan jiwaku dan aku kembalikan wujudku kepada-Nya. Jiwaku milik-Nya, wujudku kehendak-Nya.
Di sana aku puja Allah, alangkah indah dan lembut. Aku shalat, aku datang, aku berbicara dengan kerinduanku kepada-Nya. Satu persatu ajaran Rasulullah s.a.w. aku jalankan. Aku bershalawat dan bersalam kepada Rasulullah dengan Lillahi ta’ala. Itu adalah doaku. QS Al Ahzab 33 ayat 56 adalah pedomanku:

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Aku rasakan manisnya, indahnya, lembutnya getaran Iman. Isbatul yaqin aku dapatkan untukmu Islam. Air mata menetes tanda keharuan.
Andaikan orang-orang yang menyatakan dirinya punya dasar, berani datang berjalan kepada-Nya, niscaya mereka akan mendapati bukanlah perbedaan-perbedaan pikir yang runcing, tapi Islam yang maha luas.
Ya Allah. ... ajarkanlah kami mencintai-Mu, mencintai Rasulullah, mencintai perbuatan yang Engkau sukai & mencintai hamba-hamba-Mu yang mencintai-Mu ...
Kesaksian adalah perjalanan, bila sudah sampai, apa arti kesaksian? Aku tidak boleh membenci, Abu Lahab, kaum Quraisy bertugas menempa Rasulullah s.a.w.. Rasulullah s.a.w. teladan manusia, begitu pula kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun, masing-masing bertugas mempertahankan kebenaran mereka dengan jiwa yang keras, Nabi Musa a.s. dengan kebenaran hakiki sementara Fir’aun dengan kebenaran dirinya, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jika tidak bisa dengan tanganmu dan nasehatmu, maka doamu untuk mereka.”
Sekarang aku tahu akan daku, kelanggengan adalah hakikiku, yang Engkau dahului dengan pengakuan-Mu, yaa Allah sebagai sesembahan manusia.
Pengakuanku adalah kehancuranku, juga syirikku. Kefanaan adalah pasrahku, dalam keheningan Engkau lebih nyata dariku, lebih nyata dari yang tampak. Engkau bersembunyi dalam Qur’an-Mu.
Ya Allah bila dalam aku memakrifatkan diriku kepada-Mu terdapat kekurangan dan kesalahan, ampunilah aku ya Allah, aku bersaksi Laa Ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.
Berkehendaklah Allah dengan rahmat-Mu kepada semua yang tergelar, jangan Engkau tinggalkan dan Engkau murkai semua yang tergelar ini.

Rahmat Allah bersama kita semua.

Awal Perjalanan

Pada awalnya, kami merenung bagaimana harus bermakrifat kepada Allah, Tuhan semesta alam. Kami tidak tahu caranya, hanya dengan bermodalkan tekad dan tawadhu, tidak ada yang lain, hanya lurus kepada-Nya, dengan kesungguhan, dengan sepenuh jiwa dan raga.
Kemudian kami merenungkan, siapakah guru yang bisa membimbing? Siapakah guru yang terhebat? Kami berguru kepada A, bisa jadi B lebih hebat daripada A, tetapi mungkin C lebih hebat daripada B, demikian seterusnya. Jadi tidak ada lagi yang terhebat, selain Tuhan semesta alam, yaitu Allah sendiri. Sehingga kami memutuskan untuk bermakrifat kepada Allah dengan berguru kepada Allah sendiri.
Kami juga berpendapat bahwa tiada guru kehidupan selain Allah sendiri. Dialah guru bagi alam semesta, tiada manusia yang mampu menggurui, sebab hakikinya Allah yang mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia.
Ternyata pendapat kami diperkuat oleh QS Al Alaq 96 ayat 3-5:

Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Selain keinginan mencari guru yang terhebat, pengaruh lingkungan juga memberi motivasi dalam perjalanan orang yang bodoh, yang tidak mengerti mengenai keIslaman, juga tidak bisa membaca Al Qur’an, untuk bermakrifat kepada Allah.
Seringkali terbersit dalam hati, apakah tidak boleh orang yang bodoh dan tidak bisa membaca Al Qur’an mendekatkan diri kepada Allah, menikmati keIslaman, menikmati ibadah naik haji? Seperti juga seorang pelacur, apakah tidak boleh menikmati surga? Sedangkan kami mendengar bahwa seorang pelacur yang masuk ke dalam sumur, kemudian mengambil air untuk memberi minum anjing dengan sepatunya, dimasukkan ke dalam Surga.

Sang Makno

SANG MAKNO

Wis 14 tahun lawase tanah Jawa wis sun ubengi nggoleti makno
Sing ngerti tanah Jawa sun kang mengku

Ketemu among sak kedep netro
Karine among nelongso
Abote dadi sang bhatara

Wujude makno ananing pengajaran
Wis meneng dadi saksi,
Koyo janjine sak durunge jabang bayiningsun lahir ing alam dunyo

Munggah saksi marang sang urip
Sing ono sang urip kecobo Pangeran ingsun
Sun sing gelem ngrampas panguripaning Pangeran ingsun
Anane among
laa haula wala quwwata illa billah
Bismillahi tawakaltu ‘alallah
Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin.





Terjemahan:
SANG MAKNA
Sudah 14 tahun lamanya tanah Jawa sudah aku kitari mencari makna
Yang mengerti tanah Jawa, aku yang memangku

Bertemu hanya dalam sekejap mata
Ternyata hanya nelangsa
Beratnya menjadi bhatara

Wujudnya makna ada pada pengajaran
Sudah ... diam menjadi saksi,
Seperti janjinya sebelum jabang bayiku lahir di alam dunia

Bersaksi terhadap Sang Hidup
Yang ada ... Sang Hidup, hanyalah Pangeranku
Aku tidak mau merampas kehidupan Pangeranku
Adanya hanya “laa haula wala quwwata illa billah
Bismillahi tawakaltu ‘Alallah
Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati Lillahi Rabbil ‘alamin”

Banyuwangi, 17 September 2012


H. Slamet Utomo